<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d31930537\x26blogName\x3dDandelion+tersenyum...\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://dandelion-tersenyum.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://dandelion-tersenyum.blogspot.com/\x26vt\x3d-5431719475258655919', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Dandelion tersenyum...

Ingatlah, dunia ini adalah jalan, sebuah jalan tempat manusia melewati siang dan malam; dan hari kemudian adalah tempat tinggal yang abadi. Jangan pergi kesana dengan beban dosa dan kebusukan, dihadapan Yang Mahatahu segalanya tentang mu.Hisablah dirimu sebelum di hisab. ( Imam Ali bin Abi Thalib, Nahjul Balaghah )

 

Sekali lagi tentang waktu...!

Bismillahirrahmaanirrahiim

Jam 6.30 pagi…Dengan langkah semangat, hari ini aku mengawali aktivitas rutinku. Bekerja. Dengan diawali kaki kanan ku, aku melangkah keluar rumah diiringi dengan membaca Bismilaahi tawakkaltu 'alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi, serta dengan harapan semoga hari ini adalah hari yang penuh berkah. Amin.

Hmmm…dah sepuluh menit aku menunggu angkot yang biasa aku tumpangi untuk pergi bekerja di terminal, tapi tak satu pun yang nongol. “Pasti macet nih…” pikirku dalam hati. Alhamdulillah lima menit kemudian, akhirnyah nongol juga tuh angkot. Hup, dengan cepat aku naik beserta beberapa penumpang lainnya yang sudah lama menunggu sama seperti diriku.

Dasar Tangerang, rasanya aneh kalo gak macet. Dikarenakan ada perbaikan jalan di daerah Jati, waduh macetnya parah bener. Dengan naluri supir angkot yang dah berpengalaman, pak supir mengambil inisiatip untuk mengambil jalan pintas. Tetapi, saking parahnya, jalan pintas pun ikutan macet. Lha, gimana inih ? seseorang muncul dengan kuasa nya sebagai seorang “polisi cepekan” bilang “wah pak, mendingan muter ke jalan sana, macet total kalo lewat sini…!” dengan tampang bingung pak supir angkot memutar arah. “wah ini nanti lewat mana yah ?” kata pak sopir bingung. “emang belom pernah lewat sini ya pak ?” tanya seorang bapak-bapak yang duduk disebelahnya. “takutnya ini malah balik lagi ke Cimone…” kata pak sopir dengan cengar-cengir nya yang diikuti oleh suara ketawa para penumpang. “Dah, ikuti ajah angkot yang didepan…walopun kayaknyah sama-sama bingung” pak sopir bicara sendiri. “Ooo ternyata lewat Sabar Subur toh…(sebuah toserba di daerah Jati)” kata pak sopir yang sepertinya mendapat cahaya bola lampu di kepala nya…ting….!

Alhamdulillah, akhirnyah bebas juga dari kemacetan (hal yang selama ini berhasil membuat orang seperti ku jadi BeTe !!!). kulirik jam yang dengan antengnya melingkar di pergelangan tangan kiri ku. Wew…jam 07.00 !!! mudah-mudahan di Jatake nanti gak macet (doa ku dalam hati…) tapi ternyata, macetnya tak kalah parah nya dengan macet yang sebelumnya. Waaaaa…aku berteriak dalam hati. Jurus terakhir musti dikeluarin nih...Jalan Kaki. Set…set…set…dengan gesit aku menghindari para pengendara motor yang sedang mencari celah untuk di lewati. Bersyukur juga, aku memiliki kemampuan berjalan dengan cepat…xixixixi. Tek…ternyata saking macetnyah, buat pejalan kaki pun ikutan macet. Tengok kanan-kiri, gak ada celah, satu-satu nya jalan yaitu menjadikan tenda tukang bubur ayam sebagai tempat numpang lewat…xixixixi. Tenda disibak, ada beberapa orang yang sedang asyiknya menyantap semangkuk bubur ayam melihat ke arah para pejalan kaki yang melintas di depan mereka. Dan yang bikin lucu nya lagi, mereka pake nawarin segala…”bubur pak…bubur buk…bubur neng…” kata bapak-bapak yang sedang makan bubur dengan kompaknya. Tentu saja semua pejalan kaki, termasuk aku pada tertawa. Ditambah lagi tukang bubur ayam yang terlihat heran tendanya dijadikan sasaran bagi para pejalan kaki, berpromosi rada maksa “yang lewat sini harus beli…!” kontan saja mereka yang lewat nambah tertawa.

Hup…hup…aku menghindari lobang-lobang galian jalan yang masih menganga dipinggir-pinggir jalan Jatake. Fuih…pemanasan sebelum kerja. Terlihat ada angkot jurusan Cimone-Balaraja yang berputar arah. Dengan berlari-lari aku mengejar si angkot, dengan harapan bisa mendapatkan tempat duduk. Alhamdulillah, perjalanan di lanjutkan. Kurang dari 10 menit, sudah sampai di tempat pemberhentian pertama. Kulirik jam yang ada di lengan tangan ku. Waaaa…setengah delapan. Kenapa waktu begitu cepat yak ? menunggu sebentar, tak lama kemudian kendaraan yang biasa aku tumpangi lewat. Perjalanan pun dilanjutkan lagi. (Balaraja…here I come…) Hmmm…aku memang bekerja di tempat yang sangat jauh dari tempat aku kost. Butuh waktu 1.5 jam untuk sampai kesana. Dan 15 menit kemudian sampailah di Balaraja. Dari situ aku naik angkot satu kali lagi untuk sampai kekantor ku.

Waduh, 15 menit lagi nih. Mudah-mudahan gak telat, doaku dalam hati. Alhamdulillah jam delapan kurang lima menit aku sampai di pintu gerbang kantorku. Petugas security yang melihat kedatanganku, menahanku sebentar sambil melirik jam dinding yang ada di pos security. “untung belum telat…dah boleh masuk, tumben jam segini baru dateng ?” kata petugas security. Aku hanya tersenyum. Dan bergegas menuju tempat dimana aku akan berada seharian disana. Terbayang sudah, kalo hari ini gak sempat untuk sarapan…T_T

Saat ini aku berfikir. Betapa berharganya waktu. Jika di tengok pada kehidupan, mungkin kebanyakan dari kita menggunakan waktu seperti orang yang terjebak dalam kemacetan. Kebanyakan dari kita menghargai waktu ketika kita mengetahui bahwa jika kita terlambat, akan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Misalnya terlambat datang kerja. Konsekuensinya, bos akan marah. Itu hanya sebagai contoh kecil.

Tetapi, mengapa kita justru menghargai waktu karena takut akan kemarahan bos kita. Dan lupa akan kemarahan “Bos” semesta alam ini karena kita lalai akan waktu kita di dunia ini. Seperti hal nya orang terjebak kemacetan, memburu waktu supaya kita tidak terlambat. Namun sayang kita hanya memanfaatkan waktu kita hanya disaat kita sedang dalam keadaan sempit, terdesak dan kita hanya punya satu kesempatan terakhir, dan bersantai ketika kita dalam keadaan lapang. Membuang-buang waktu dengan melakukan suatu hal yang tidak jelas manfaatnya. Tatkala gigi sudah satu persatu meninggalkan gusinya, tatkala rambut sudah memutih, tatkala kulit tlah keriput, dan…tatkala disaat ajal hampir datang menjemput, kita baru sadar untuk memanfaatkan waktu yang tersisa…agar kita bisa memasuki pintu-pintu rahmat-Nya belum tertutup rapat, seperti halnya aku mengejar waktu agar aku bisa masuk sebelum pintu gerbang kantorku tertutup.

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘asr :1-3)

Ya dzal jalali wal ikram…bimbinglah hamba dalam melalui hidup ini, karena hamba yakin bahwa hidup adalah kumpulan dari rajutan-rajutan waktu yang engkau ciptakan. Bantulah hamba dalam menyingkap tabir misteri di setiap waktu yang hamba lalui…hanya untuk selalu dekat dengan Mu. Jangan biarkan kau tutup pintu gerbang rahmat-Mu , sebelum hamba masuk kedalamnya. Amin.

 
 

Bidadari Tak Secantik Senyum mu (Part III)

Esok pagi aku bangun dengan cerah. Tekadku bulat. Tuhan dan cintaku akan menguatkan kelemahanku! Akan kupenuhi tantangan Yanti. Maukah kamu menikah dengan ku ? kalimat itu terus terucap dihatiku. Kutelepon orang tuaku. Dan mereka memberiku lampu hijau. “yang penting kamu harus lulus kuliah.” Ya, untungnya orang tuaku permisif untuk urusan ini. Kebetulan keluarga orang tuaku punya kultur menikah di usia muda, dan ini kusyukuri sampai saat ini. Tak lupa beliau berdua mengcapkan selamat atas keberanianku untuk menikah. Selama ini beliau berdua selalu mendesakku untuk menikah, tapi aku selalu menjawab, “Ntar, kalo udah lulus…”

Kukurim SMS kepada Yanti. Aku ingin bertemu dengannya di tempat yang sama saat Dia menantangku. Didepan Bangsal Anak. Kubilang aku ingin menyampaikan sesuatu pernyataan penting.

Walaupun hatiku sudah sangat mantap, jantungku masih saja berdegup keras. Dihatiku masih berlintasan berbagai pertanyaan. Bagaimana kalau Dia menolak ? kalau setuju bagaimana nanti kesiapanku ? Ah, kutepis semua pertanyaan itu. Kalaupun Dia menolak artinya Tuhan belum menentukan Dia sebagai jodohku. Tentang bagaimana nanti, kupasrahkan pada Tuhan. Entahlah, aku lebih religius setelah bertemu dengan Yanti.


Kali ini aku tampil sederhana, aku pasrah pada Tuhan. Aku merasa ringan dan bersih. Kaos lengan panjang hitam, celana kargo dan sandal gunung. Sangat berbeda dengan pertemuan sebelumnya. Aku ingin tampil apa adanya, inilah aku, dengan segala kekuranganku.

Dan selasar didepan Bangsal Anak menjadi saksi. Dengan bergetar, Bismillah kukatakan “Yanti mau kah kau menjadi istriku ?” pernyataan yang terlalu lugas buat seekor “buaya” seperti aku. Namun saat itu hanya itulah kata-kata yang kumiliki. Sebuah ungkapan terjujur yang pernah kuungkapkan pada gadis yang kucintai.

“Saya bersedia…menjadi istri Tyo. Tapi syaratnya…Tyo harus mengaji…” kali ini jawaban Yanti sangat serius. Senyum yang biasanya menghiasi wajahnya menghilang. Suaranya bergetar terbata-bata, seperti suaraku saat mengucapkan pernyataan berat itu dengan serak. Mata indahnya berkaca-kaca.

Dunia seakan lepas dari kaki ku. Semua beban lenyap tak bersisa. Aku mau teriak pada seluruh dunia sebuah proklamasi “Aku cinta Yantiiii…” namun kesadaranku masih bersamaku. Aku masih ingat dimana aku berada. Ku ambil napas panjang, “Alhamdulillah…ya tentu saja aku mau mengaji…”

Sore itu kutraktir Udin atas suksesnya lamaranku. “Wheii…Masya Allah. Selamat ya!” Udin menepuk bahuku dengan bangga. Aku juga bangga dan bahagia.

“Wah kalo begitu nanti, pas walimahannya aku mau jadi event organizer-nya.” Tawaran yang pasti takkan kutolak. Setidaknya Udin-lah mak comblangku. Hari ini sekerat ayam goreng dimulutku terasa sangat enak. Mungkin yang terenak yang pernah kurasakan.

Pagi itu kuterima SMS dari Yanti. “Ngajinya mulai nanti sore, lho. Nanti jemput Udin di depan parkiran RS jam 4 sore.” Hah? Ngaji sore-sore? Lagian bukannya ngaji bisa sambil nonton teve. Kayak pengajiannya Aa Gym ? Padahal sore ini aku mau latihan basket. Aku bingung sesaat, namun demi cinta apapun kan kujalani…huiii gombal !!!

Sore itu kujemput Udin. Kami melaju menuju tempat yang ditunjukkan Udin. Sebuah rumah kos kecil di Pugong. Aku heran, tak ada tanda-tanda orang akan pergi mengajike situ.

“Mana pengajiannya, Din ? kok sepi ?” tanyaku ragu. “Didalam. Dah masuk ajah.”

Ternyata yang disebut pengajian oleh Yanti, jauh berbeda dengan apa yang aku bayangkan. Sebuah pertemuan kecil. Lima orang dengan salah satunya menjadi pemateri. Dan semuanya mahasiswa! Tak ada kiyai yang kubayangkan mengisi pengajian ini. Dan temanya pun sangat berbeda dengan pengajian yang kukenal. Disini kami juga membahas politik aktual. Sesuatu yang tabu dibicarakan di pengajian umum.

Aku mudah merasa include dengan mereka meski semua itu asing bagiku. Dengan segala ke-alim-an, keramahan, keterbukaan, mereka membuatku yang masih beginner ini, tidak merasa tertinggal jauh. Tak ada kesan arogan dan merasa lebih senior pada mereka. Walaupun jelas, aku tidak ada apa-apa nya dibanding mereka. Baik politik, apalagi agama.

Dan saat yang agung dalam hidupku itu pun tiba. Setelah sebulan sejak aku melamar Yanti, kami menikah. Suasana yang begitu sakral kurasakan. Setelah ikrar agung itu ku-ucapkan dan Yanti mencium tangaku pertama kalinya. Tak kuasa kutahan air mata haru dan bahagiaku. Senyum photogenic-ku berantakan ketika Udin memfoto kami berdua.

“Hoi, jangan nangis, ini kan hari bahagia.” Udin terus saja menggoda kami.

Ya, sejak saat itulah perjalanan hidup kami lalui bersama. Aku terus berproses menjadi manusia sejati dengan dorongan Yanti yang tak pernah putus. Dialah coach dan trainer-ku. Banyak ilmu agama yang belum kuketahui kudapat darinya. Tak perlu malu atau gengsi. Toh kenyataanya memanh aku yang harus banyak belajar. Walaupun dia juga sering kutraining bagaimana merawat mesin motornya dengan baik.

Saat aku malas mengaji, dialah yang selalu mendorongku. “Bu dokter, hari ini daku absen ngaji ya? Capek nih, habis nguber-nguber dosen pembimbing…”

“Gak boleh darling calon ST. gak boleh males ngaji. Inget janji dulu, hayo. Kalo gak ngaji gak ada yang pijitin nanti malam!” senyum mu memang charger buat semangat ku yang mudah pudar ini.

Kau juga selalu membuatku tak pernah kehabisan energi untuk menyelesaikan tugas akhirku yang berat. Hingga wisudaku begitu tak terasa sudah didepan mata. Foto wisuda bersama istri yang dulu kuanggap khayal terwujud juga! Wah senangnya.

Namun ternyata hidup tidak berhenti dengan wisudaku sebagai S.T. Dunia kerja ternyata tidak seramah yang kukira. Berkali-kali aku melamar pekerjaan, berulang-ulang pula aku harus mengambil kembali lamaranku. Namun Yanti tak pernah merasa lelah untuk menyemangatiku. Saat ku lelah dialah tempatku bersandar, saat ku patah dialah yang sembuhkan aku. Diala yang telah membimbingku menjadi manusia sejati. Dialah anugerah terindah yang pernah kumiliki. Yang menuntunku dari kegelapan menuju cahaya Illahi.

Sore itu kuketuk pintu rumah dengan semangat. Kudengar langkahnya tergesa menuju pintu. Pintu terbuka dan seperti biasa senyumnya menyambutku hangat. Dia baru saja hendak mencium tanganku sebelem kuraih pinggang nya dan kupeluk dia sambil berputar-putar.

“Eh,eh, apaan nih…turun-turun…” jeritnya meronta-ronta.

“Gak mau. Gak akan kuturunkan sampai aku pusing. Aku diterima, honey!” teriakku sambil terus berputar dan menjatuhkan diri.

“Alhamdulillah…eit, tapi ingat lima puluh persen dari penghasilan bulanan harus deserahkan pada sang istri.” Godanya sambil menunjuk hidungku.

“Gak mau, akan ku berikan semuanya buat kekasihku. Itu lo yang dokter eh insinyur itu. Siapa namanya ? Emmm… Kristin atau…” kataku sambil memencet hidungnya.

“Apa…dasar buaya jahat…”



“Eh, kok malah senyum-senyum sendiri? Gak enak ya sopnya?” pelukan hangat istriku membuyarkan lamunan nostalgiaku.

“Emmm…enak-enak. Cuma lagi ngelamunin, gimana tampang baby kita kalo udah lahir nanti.”

Sungguh besar pahala bagi mereka yang menjadi jalan hidayah bagi seseorang. Kukecup kening permataku. Kekasihku, bidadari tak secantik senyummu. Semoga Allah menetapkan surga untukmu, untuk semua pengorbanan dan baktimu. ^_^

-----------------------------------------o0o---------------------------------------

Diambil dari Novel “Bidadari tak secantik Senyummu”
Karya : Gunawan & Kusumastuti

 
 

Bidadari Tak Secantik Senyum mu (Part II)

Setelah berjalan sebulan aku muali yakin bahwa aku jatuh cinta beneran sama Yanti. Kubulatkan tekad untuk menyatakan hatiku padanya. Dengan segenap pengalamanku sebagai “buaya”, kutulis sepucuk surat cinta penuh rayuan gombal yang sampai sekarang masih kami simpan sebagai kenangan. Biasanya kalau aku lagi ngambek, Yanti akan membacakan surat itu keras-keras. Dan tentu saja itu akan mengakhiri mendung di hatiku.

Kukirim surat itu melalui kurir, Udin, seorang ko-as teman SMA-ku. Kupesan agar jawabannya kalau bisa segera. Udin sih oke-oke saja, jajan bakso di Gejayan pasti tidak bisa ditolaknya.


Jantungku berdegup keras ketika Udin meneleponku dan mengatakan Yanti ingin bertemu di bangsal anak satu jam lagi. Degg…satu jam yang sangat lama bagiku. Aku terus berdo’a, “Ya Allah jadikanlah cintaku bersambut cintanya…” ya, kadang-kadang akupun masih ingat Tuhan , terutama disaat-saat tak ada cara lain didalam benakku selain do’a.

Selasar didepan bangsal anak. Peristiwa yang sangat berkesan didalam hatiku. Dengan penampilan yang “meyakinkan”. Baju koko terbaru, dan rambut terpotong rapi, aku melangkah menemui Yanti yang sudah menunggu. Dia masih menggunakan jas praktikum putihnya. Senyumnya sudah mengembang melihat kedatanganku, wah prospek cerah nih !

“Assalamualaikum…sudah baca surat ku khan ?” sapa ku dengan salam. Sesuatu yang amat jarang aku ucapkan.

“Waalaikumsalam. Sudah. Jadi Tyo suka sama saya, cinta sama saya ?” suara lembut seperti seorang ibu yang menghadapi anak nakalnya. “Terus, sekarang Tyo mau apa ?”

“Ya, terus gimana dengan Yanti ? Yanti terima tidak cinta saya ?” Gleg. Lidahku kelu. Padahal biasanya menggombal adalah keahlianku. Namun kali ini aku benar-benar kena batunya!

“Tentu saja Yanti terima cinta Tyo. Terus habis itu gimana ?” masih dengan senyum lembut yang membuatku hampir tak bisa bicara.

“Ya…terus kita jadian. Kau jadi pacarku begitu…” jawabku ragu. Ingin kutelan kalimat yang baru saja meluncur dari mulutku. Mengingat aku tahu karakter orang-orang seperti Yanti yang anti pacaran.

“Wah, kenapa pacaran ? gimana kalau kita nikah saja ?”

Deg, aku hanya berdiri kaku. Menikah ? sebuah tantangan yang baru pertama kali ini ku terima. Hari itu “si buaya” benar-benar KO! Aku tak habis pikir. Selama karirku menjadi “buaya”, tak satupun gadis yang berani menantangku untuk menikah. Apalagi saat di “tembak”.

“Me…menikah ? wah, kalau begitu a…aku pikir-pikir dulu…” pikir-pikir ? sebuah jawaban yang tidak bermutu setelah pernyataan cinta yang menggebu-gebu. Namun, hanya itulah amunisi kata-kata yang kupunyai saat itu. Sementara amunisi lain sudah lenyap karena memang kondisi yang di prediksikan tidak sesuai kenyataan.


Menikah aku harus berani. Tak peduli apa kata orang. Aku sudah jatuh cinta beneran sama Yanti. Masak “buaya” takut di tantang menikah. Tetapi kemudian aku teringat dengan cerita-cerita sumbang tentang pernikahan. Orang yang menikah akan di bebani tanggung jawab. Harus setia. Harus punya pekerjaan. Harus ini. Harus itu. Nanti kalau punya anak kan repot. Perlu biaya besar dan segala macam problema rumah tangga yang kudengar dari mereka yang “berpengalaman” menikah, menghantui pikiranku.

Dan yang jelas setelah menikah aku tidak bebas lagi. Itulah yang terlintas di benakku. Aku mulai ragu. Apalagi sehari setelah peristiwa itu, Kristin mengajak baikan. Aku semakin bingung dan kacau. Disatu sisi jujur kuakui aku sangat takut menikah. Disisi lain aku benar-benar “terobsesi” pada Yanti. I’m trully, madly, deeply, do love her. Pusiinggg…aku mulai takut dan kacau. Kuliah yang tinggal mengulang sering kutinggalkan. Aku lebih sering membaca buku. Di kos, perpus dan bahkan di toko buku. Temanya tentu saja pernikahan. Namun semua buku itu hanya membuatku semakin pening. Ada yan bilang menikah disaat kuliah itu sangat mendukung perkembangan jiwa sesorang. Namun di lain buku ada yang menulis bahwa menikah diusia muda hanya akan membawa perceraian dan ketidakbahagiaan.

Akhirnya kuputuskan untuk berpikir sendiri. Sepekan penuh aku berfikir keras. Bahkan laporan praktikum pun harus menunggu. Kucoba menata satu-persatu masalah dan potensi yang akan kuhadapi dan aku punyai untuk menikah. Masalah ? tentu saja ada, karena aku masih kuliah, orang bilang kalau menikah saat kuliah akan berantakan salah satunya. Ah, itu Cuma kata orang. Yang lain juga bilang kalau menikah di saat kuliah justru akan membuat kita lebih dewasa.

Kurasa masalah lain yang jauh lebih besar adalah bahwa aku belum punya penghasilan. Kata orang kalau menikah, seorang laki-laki harus menafkahi istri dan keluarganya. Wah, bagaimana mau menafkahi sementara aku belum kerja. Tapi kurasa babe-ku tidak keberatan untuk melipatduakan dana kiriman bulanan. Selain beliau cukup berada untuk mensuplai dana buatku, beliau juga pernah berkata bahwa, jika kau menikah dan belum punya pekerjaan beliau akan membantu.

Setelah sekian waktu berpikir keras, aku menyerah. Kurasa otak-ku tak kan mampu mengeksekusi sebuah keputusan untuk menikah atau tidak. Ditengah keputusasaanku aku teringat Udin. Kurasa dia bisa membantuku untuk memecahkan masalah ini. Aku selalu percaya anak-anak SKI dan alumninya mempunyai kebijakan yang bisa diandalkan untuk memecahkan masalah-masalah rumit. Mereka punya intuisi yang menakjubkan untuk menghadapai masalah yang berat sekalipun. Aku meminta pertimbangan pada Udin yang alim ini. Udin hanya terwata. “Shalat Istikharah aja, minta petunjuk sama Tuhan.”

Kuputuskan untuk mengikuti saran Udin. Kuambil air wudhu dengan sempurna dan aku shalat dengan khusyuknya. Kurasa itu adalah shalat yang paling khusyuk sepanjang hidupku. Kupasrahkan segalanya pada-Nya. Jikalau Yanti yang terbaik untukku maka kuatkanlah tekadku untuk menikah dengannya. Jikalau bukan maka, biarkanlah kami menjadi sahabat yang sejati. Sebuah do’a yang tak pernah keluar dari dalam hatiku sebelumnya. Namun kini do’a ini amat kusyukuri. Mungkin ini salah satu do’a terbaik sepanjang hidupku.


(bersambung lagiiii....)

 
 

Bidadari Tak Secantik Senyum mu (Part I)

Didedikasikan untuk mereka yang telah, akan dan mau menikah…selamat membaca ^_*
Bismillahirrahmaanirrahiim…

Bidadari Tak Secantik Senyum mu (Part I)

“Bangun ! imam besar, makmum udah nunggu nih…” bisikan lembut yang mengikuti kecupan dipipiku itu membuatku tak bisa menolak untuk membuka mataku yang masih lengket ini. Kulirik jam di dinding oranye kamar tidur kami dengan seperempat mata terbuka. Pukul tiga pagi.

“Setengah jam lagi yah Makmum Cantik, Imam Besar masih ngantuk berat nih…!” kututupkan lagi selimut yang tersingkap ini ke kepala ku.

“Gak mau, harus bangun sekarang, ntar kucubit lo!” kali ini rengekan manja ini tak bisa kutolak lagi. Dengan bergaya sempoyongan ku melangkahkan ke kamar mandi untuk berwudhu. “Eh…selimutnya gak usah dibawa sayang…!

Pagi ini aku berpura-pura tampak capek. Setelah tidurku tadi malam “terganggu” untuk shalat malam, disambung shalat subuh. Dan “terpaksa” membaca satu juz Al-Qur’an agar aku tidak terlelap lagi. Dengan gaya kuyu aku duduk di depan meja makan menanti sarapan yang disiapkan istriku. Hari ini aku berangkat pagi. Ada rapat.

“Pagi Kanda…pagi ini Dinda buatkan sop pavorit Kanda, biar gak ngantuk lagi.” Senyum manis istriku sudah menyambutku di ruang makan. Aku masih pura-pura sebal. Padahal senyum itulah yang membuatku tak bisa pergi lama darinya dalam dua tahun terakhir ini.


Aku teringat ketika pertama kali kami bertemu. Sebenarnya bukan yang pertama, dia adalah teman SMP-ku. Namun sejak lulus SMP kami tak pernah berjumpa sampai kami bertemu diruang Poliklinik Umum RS Dr.Sardjito. secara kebetulan, sebuah skenario yang indah dari Sang Maha Sutradara. Perjumpaan yang akan mengubah jalan cerita hidupku.

Perutku yang melilit-lilit sejak pagi memaksaku untuk terpaksa menginjakkan ke tempat yang palin aku benci, rumah sakit. Mungkin karena sehari sebelumnya aku dan teman-teman jurusan mesin berpesta di rumah salah satu teman yang telah di wisuda. Seperti biasa anak-anak mesin yang 98,57 persen laki-laki pasti akan melakukan sesuatu yang “radikal” walau kadang konyol. Sesuatu yang dianggap sebagai permainan untuk membuktikan “kejantanan” yang kadang tidak jelas parameternya. Kemenanganku di lomba makan sambal yang mengerikan itu telah mengantarkanku ketempat yang kubenci ini. Walaupun akhirnya peristiwa itu amat kusyukuri.

Waktu itu aku belum lulus, walaupun angka sepuluh menempel dengan malu-malu di semester yang sudah aku tempuh. Biasa anak Mesin memang lambat lulus, begitu biasanya aku berapologi. Walaupun sebenarnya sudah banyak temanku yang lulus. Termasuk yang menyediakan “Pesta Sambal” itu.
Ketika aku melangkah masuk keruang periksa, kulihat senyum yang tidak akan pernah kulupakan. Yanti, temanku SMP dulu, aku tidak akan lupa. Meskipun kini dia memakai kerudung besar di kepalanya. Itulah satu-satunya perubahan besar yang tampak padanya. Sebentar, dia juga bertambah cantik!

“Masya Allah, Tyo ya ? Assalamualaikum…kena apa ?” kata-kata pertama setelah delapan tahun tak bertemu. Waktu itu aku tak banyak bicara, keterkejutan dan sesuatu bergemuruh dihatiku membuatku menjadi pendiam. Bahkan ketika dia mulai “menginterogasi” gejala sakitku aku hanya menjawab sepotong-sepotong. Padahal biasanya aku sangat rewel bila diperiksa.



Ketika itu Yanti masih ko-as. Setelah wisuda menjadi S.Ked. beberapa bulan sebelumnya. Entah mengapa sejak pertemuan itu, aku selalu jadi ingin bertemu dengannya. Padahal saat itu aku sudah punya pacar, Kristin.

Ya, saat itu pergaualanku sangat bebas. Aku tak perduli ketika banyak temanku yang “alim” mempertanyakan hubunganku dengan Kristin yang Khatolik itu. Waktu itu tak masalah bagiku pacaran dengan gadis yang berbeda agama. Toh belum tentu menikah.

“Ah, jangan fanatik, dosen kita aja ada yang istrinya beda agama. Dan mereka oke-oke saja.” Argumen yang selalu aku pakai untuk menepis suara miring tentang Kristin. Namun akhir-akhir itu Kristin agak menjauh dariku setelah aku menolak ikut acara natalan bersama keluarganya. Entahlah walaupun dari sentuhan religius, aku masih merasa perlu untuk tetap konsisten sebagai orang Islam. Aku pernah dengar ada kiyai yang melarang umat Islam ikut natalan.

“Wah…males Kris. Lagian aku kan orang Islam. Aneh kalo ikut natalann nanti dikira murtad aku…”

Kristin yang mulai berlalu dan perjumpaan yang berkesan di Poliklinik, semakin membuatku mantap untuk mendekati Yanti. Kupikir ini seperti mengungkapkan cinta yang dulu tak terungkapkan saat SMP. Dulu aku memang pernah menyukai Yanti ketika SMP. Namun cinta monyet segera berlalu. Di SMA aku berpacaran dengan Erlin, Julia, Anna…wah aku memang “buaya”!


Yanti memang tak secantik Kristin yang aduhai itu. Tapi senyumnya yang ikhlas dan natural tanpa sapuan kosmetik itu benar-benar membuatku “melayang”. Entahlah seharusnya aku tidak tertarik pada penampilannya yang “Full Cowled”. Kurasa ada “Something Wrong” pada hatiku. Biasanya aku hanya mengejar gadis untuk “having fun”. Dan tentu saja gadis yang bisa diajak “having fun” bukan tipe seperti yanti ini. Aku tahu karakter orang-orang berkerudung besar seperti Yanti ini. Mereka anti pacaran !

Karena itu aku mencari metoda pendekatan lain. Kukirim SMS dengan pesan-pesan religius yang kudapat dari anak-anak SKI dan buku-buku agama. Aku kadang sekedar mampir kerumahnya dengan berjuta alasan agar bisa bertemu. Mengajak reuni, atau sekedar menanyakan khabar. Dan tentu saja aku harus tampil dengan penampilan yang menunjang. Harus tampil religius. Baju koko plus peci pinjaman jadi modal meyakinkan. Itupun aku tak pernah bisa ngobrol berdua. Yanti selalu mengajak ibunya ikut berbincang. Wah aku jadi keki. Ilmu “menggombal buaya-ku” tak bisa kupakai! Tapi tetap saja aku senang. Melihat senyumnya saja membuatku melihat dunia dua kali lebih indah! Suer!


(Bersambung... capek ngetiknya neh ^_*)

 
 

Jendral dan Seorang anak kecil

Alkisah, ada seorang Jenderal yang ingin menyeberangi sebuah sungai. Ia tidak yakin tentang kedalaman sungai tersebut, dan apakah kudanya sanggup menyeberangi sungai tersebut. Ia melihat keliling untuk mendapatkan bantuan dan dilihatnya seorang anak laki didekatnya. Ia kemudian meminta saran kepada anak laki tersebut. Anak laki tersebut kemudian melihat ukuran dari kuda sang Jenderal dan berpikir sejenak. Kemudian dengan keyakinan anak laki tersebut mengatakan kepada sang Jenderal bahwa sang Jenderal dapat menyeberang dengan aman bersama kudanya

Jenderal tersebut kemudian mulai menyeberang sungai diatas kudanya. Setelah mendekati bagian tengah sungai, ia tiba2 menyadari bahwa pada kenyataannya sungai tersebut sangat dalam sehingga ia hamper tenggelam.

Setelah ia sadar dari keterkejutannya, ia pun berteriak kepada anak laki tersebut dan mengancam untuk menghukumnya. Anak laki tersebutpun terkejut dan dengan tidak bersalah menjawab, “Tetapi Jenderal, saya melihat itik2 saya menyeberangi sungai tanpa ada masalah setiap hari, sedangkan kaki2 itik saya jauh lebih pendek dari kaki2 kuda anda”.

Hikmah

Bila anda memerlukan saran/masukan/pertimbangan, dapatkan dari orang yang betul2 mengerti permasalahannya. Napoleon Hill mengatakan bahwa “opini adalah komoditas yang paling murah diatas bumi”. Yakinkan bahwa anda mengevaluasi dulu sendiri opini orang lain sebelum anda bertindak sesuai dengan opini tersebut.

Sebagaimana berdasarkan Hadist Rasulullah SAW. Dirawikan oleh Bukhari dalam ahihnya, daripada Abu Hurairah r.a. , bahawasanya Nabi S.A.W bersabda: " Apabila amanat telah disia-siakan maka tunggulah saatnya. Ditanya orang:" Bagaimana sia-sianya, ya Rasulullah?" Beliau jawab: " Apabila suatu urusan telah diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah saat (kehancurannya)."

____________________________________________________

dah segituh ajah...lagi gak ada ide lagi nih :">

 
 

Mengenang kejayaan Islam di Spanyol

Ehem…

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kali ini aku mau ngomongin tentang sejarah neh. Kalo ngomongin sejarah pasti ada suatu lokasi dimana sejarah tersebut terjadi…jadi, insyaallah dalam setiap edisi sejarah aku akan mengajak semuanyah untuk melanglang buana secara virtual ke suatu tempat yang ada di bumi ini (cieeeee…bahasanya gaya :D)

Sstttttt (jangan membayangkan aku seperti burung hantu yang memakai baju toga, topi sarjana, pake kaca mata, dan sambil mukul-mukul tongkatnya di papan tulis, ketika menceritakan hasil pencarian info yang aku dapat…aku cuma orang biasa yang sampe dahinya berkerut-kerut ketika menyusun kalimat-kalimat yang aku dapatkan dari ber googling ria…)

Okeh, untuk edisi sejarah perdana kita…aku akan coba menceritakan tentang sejarah kejayaan islam di masa lampau yang ada di suatu negeri yang pada zaman dahulu merupakan pusat peradaban islam di Eropa yaitu “Spanyol” dan lebih tepatnya lagi “Granada”. Bismillahirrahmanirrahiim…


Bernostalgia di Spanyol

Apa yang melintas dipikiran kita ketika mendengar kata “Spanyol” ?. kebanyakan jawabannya hanya sebatas klub sepakbola, yu now lah Real Madrid, Barcelona…menyedihkan !!!

Kita mengenal dari sejarah, 12 Juli 711 atau bertepatan dengan Ramadhan 92 H, Thariq bin Ziyad bersama sejumlah besar pasukannya, berhasil memasuki wilayah Spanyol melewati selat di antara Maroko dan Spanyol, yang kemudian diberi nama Jabal Thariq (sekarang di kenal dengan nama Gibraltar yang terletak di teluk Algeciras). Selat ini menghubungkan antara Samudera Atlantik dengan Laut Mediterania. Pemerintahan Islam di Andalusia, demikian nama Spanyol dikenal saat itu, pada abad ke-8 hingga 15 adalah pemerintahan Islam yang pertama kali berinteraksi dengan bangsa Eropa. Hampir delapan abad lamanya Islam berkuasa di Andalusia sejak tahun 711 M hingga berakhirnya kekuasaan Islam di Granada pada tanggal 2 Januari 1492 M / 2 Rabiul Awwal 898 H.

Peristiwa di tahun 711 M itu mengawali masa-masa Islam di Spanyol. Pasukan Thariq sebenarnya bukan misi pertama dari kalangan Islam yang menginjakkan kaki di Spanyol. Sebelumnya, Gubernur Musa Ibnu Nushair telah mengirimkan pasukan yang dikomandani Tharif bin Malik. Tharif sukses. Kesuksesan itu mendorong Musa mengirim Thariq. Saat itu, seluruh wilayah Islam masih menyatu di bawah kepemimpinan Khalifah al-Walid dari Bani Umayah.

Berkat kedatangan Islam di Andalusia hampir delapan abad lamanya kaum Muslim mengusasi kota-kota penting seperti Toledo, Saragosa, Cordoba, Valencia, Malaga, Seville, Granada dan lain sebagainya, mereka membawa panji-panji ke-Islaman, baik dari segi Ilmu pengetahuan, kebudayaan, maupun segi arsitektur bangunan. Kini bukti kemajuan peradaban Islam tempo dulu di Spanyol masih dengan jelas terliahat dari sisa-sisa bangunan yang penuh sejarah dari Toledo hingga Granada, dari Istana Cordova hingga Alhambra. Menurut sebagain ahli sejarah, 2/3 gereja-gereja masyhur (cathedral) yang ada di berbagai kota di Andalusia adalah bekas mesjid.


Di negeri inilah pula telah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Agama Islam, Kedokteran, Filsafat, Ilmu Hayat, Ilmu Hisab, Ilmu Hukum, Sastra, Ilmu Alam, Astronomi, dan lain sebagainya. Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad.

Selain melahirkan ilmuan-ilmuan dan penemuan, Andalusia juga menjadi saksi kegemilangan arsitektur Islam yang khas dan tidak tertandingi. Bahkan buku panduan resmi pemerintah Spanyol mengakui, setelah jatuhnya ke tangan Kristen, para penguasa negeri itu masih meneruskan bentuk-bentuk arsitektur Islam dalam membangun istana-istana mereka. Bahkan, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella menempati Al Hambra sebagai tempat tinggal mereka dan menerima Columbus sebelum melakukan perjalanannya mengelilingi dunia.

Di Granada, Berakhirnya Kejayaan itu

Disebabkan oleh berbagai konflik internal dan perebutan kekuasaan di antara penguasa-penguasa Muslim, maka Raja Ferninand and isterinya Ratu Isabella berhasil menaklukkan kekuasaan Islam dengan konsekwensi yang sangat suram dalam perjalanan sejarah umat. Pemaksaan konversi ke agama Katolik atau eksekusi msssal dan pengusiran paksa. Bahkan semua bekas-bekas peninggalan Islam dibakar atau dikonversi menjadi pusat-pusat agama Katolik.

Sebagai misal, Ibnu Massarah diasingkan, Ibnu Hazm diusir dari tempat tinggalnya di Majorca, kitab-kitab karya Imam Ghazali dibakar, ribuan buku dan naskah koleksi perpustakaan umum al Ahkam II dihanyutkan ke sungai. Ibnu Tufail, Ibnu Rushdy disingkirkan. Nasib yang sama, juga dialami Ibnu Arabi.

Pada pertengahan abad ke-16 terjadilah pemaksaan besar-besaran secara kejam terhadap orang-orang Yahudi dan Muslimin untuk menganut agama Katholik, yang terkenal dalam sejarah sebagai “Spanish Inquisition”.
Pada masa itu keadaan orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam sangat menyedihkan, karena penganiayaan dari pihak Gereja Katolik Roma yang dilaksanakan oleh inkuisisi tersebut.

Ada tiga macam sikap orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam dalam menghadapi inkusisi itu. Pertama, yang tidak mau beralih agama. Akibatnya mereka disiksa kemudian dieksekusi dengan dibakar atau dipancangkan di kayu-sula. Kedua, beralih agama menjadi Katholik Roma. Mereka diawasi pula apakah memang serius dalam konversi atau sekedar mencari penyelamatan. Kelompok orang Islam yang beralih agama itu disebut kelompok “Morisko”, (Moorish adalah penyebutan bagi kaum Muslim di Spanyol. Ketiga melarikan diri dengan hijrah menyeberang Laut Atlantik yang dahulunya dinamakan Samudra yang gelap dan berkabut menuju Afrika Utara di bawah Khilafa Utsmaniyah.

Penganiayaan itu mencapai puncaknya semasa Paus Sixtus V (1585-1590). Raja Spanyol Carlos V mengeluarkan dekrit pada tahun 1539 agar mereka yang masih mempertahankan keislamannya dihukum bakar dan dieksekusi di kayu salib. Yang kedua dekrit itu diratifikasi pada 1543, dan disertai perintah pengusiran Muslimin keluar dari jajahan Spanyol secara total di seberang laut Atlantik.

Oya, petaka Perang Salib juga telah membuat kita kehilangan perpustakaan-perpustakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka. Salah seorang sejarawan menaksir, buku-buku yang dimusnahkan tentara Salib Eropa di Tripoli sebanyak tiga juta buah.

Pendudukan Spanyol atas Andalusia juga telah membuat kita kehilangan perpustakaan-perpustakaan besar yang diceritakan sejarah dengan mencengangkan. Semua buku dibakar oleh pemeluk-pemeluk agama yang fanatik. Bahkan buku-buku yang dibakar dalam sehari di lapangan Granada menurut taksiran sebagian sejarawan berjumlah satu juta buku. (Dr. Mustafa as-Siba’i, Peradaban Islam; Dulu, Kini dan Esok, hlm. 187)

Granada tinggal kenangan, sejak berkecamuknya Perang Salib. Tepat pada 2 Januari 1492, Sultan Islam di Granada, Abu Abdullah, untuk terakhir kalinya melihat Al Hambra. Granada, benteng pertahanan terakhir ummat Islam jatuh pada 1492. Sekadar untuk tahu bahwa Granada, kota yang terletak di selatan kota Madrid, ibukota Spanyol sekarang, adalah salah satu pusat ilmu pengetahuan Islam yang agung dan tergolong dalam kawasan lainnya yang tak kalah menarik dan bersejarah setelah Andalusia, Cordova, Balansiah, Bahrit, Ichiliah, Tolaitalah dan yang lainnya. Granada juga masyhur sebagai kiblat yang menjadi tumpuan harapan para pelajar yang datang dari segenap kawasan yang berada di sekitar Granada, baik kaum muslimin maupun nonMuslim. Pusat pengkajian yang masyhur di Granada adalah al-Yusufiah dan an-Nashriyyah.

Di sini, juga telah melahirkan banyak ilmuwan muslim yang terkenal. Di antaranya Abu al-Qasim al-Majrithi sebagai pencetus kebangkitan ilmu astronomi Andalusia pada tahun 398 Hijriah atau sekitar tahun 1008 Masehi. Beliau telah memberikan dasar bagi salah satu pusat pengkajian ilmu matematika yang masyhur. Selain beliau, Granada juga masih memiliki sejumlah ilmuwan dan ulama terkenal, di antaranya adalah al-Imam as-Syatibi, Lisanuddin al-Khatib, as-Sarqasti, Ibnu Zamrak, Muhammad Ibnu ar-Riqah, Abu Yahya Ibnu Ridwan, Abu Abdullah al-Fahham, Ibnu as-Sarah, Yahya Ibnu al-Huzail at-Tajiibi, as-Shaqurmi dan Ibnu Zuhri. Di kalangan perempuan tercatat nama-nama seperti Hafsah binti al-Haj, Hamdunah binti Ziad dan saudaranya, Zainab.

Amat wajar dong kalo ilmuwan sekelas Emmanuel Deutch berkomentar, “Semua ini memberi kesempatan bagi kami (bangsa Barat) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Oleh karena itu, sewajarnyalah jika kami selalu mencucurkan airmata manakala kami teringat saat-saat terakhir jatuhnya Granada.” (M. Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam, hlm. 100)

Granada adalah benteng terakhir kaum muslimin di Andalusia (Spanyol) yang jatuh ke tangan bangsa Eropa yang kafir. Semoga Islam kembali memimpin dunia. Mencerahkan dan menjadi “rahmatan lil ‘alamin”. Yup, Islam yang memberikan masa depan dunia dengan lebih cerah.

 
 

Waktu yang terlupa menabur bencana


12 Bulan
Satu TAHUN ?
52 Minggu
365 Hari
8760 Jam
525600 Menit
31536000 Detik

Distribusi normal manusia meninggal dunia (tahun)
< 60th
> 70th
60th – 70th
(65th)


Chart
Rata-rata manusia meninggal dunia antara usia 60 thn-70thn (mayoritas) Pukul rata manusia meninggal ± 65 th
“Baligh: Start untuk seseorang di perhitungkan amal baik atau buruknya selama
hidup di dunia”


Laki-laki Baligh ± 15 tahun
Wanita Baligh ± 12 tahun

Usia Yang tersisa untuk kita beribadah kepada-Nya kita pukul rata dengan rumus:
MATI-BALIGH= sisa USIA……………..65-15= 50 tahun

50 tahun digunakan untuk apa?
Catatan:
50 tahun= 18250 hari= 458000 jam
12 jam siang hari
12 jam malam hari
24 jam satuharisatumalam

Gambaran kotornya:

Mari kita tela’ah bersama………!
Waktu kita tidur ± 8 jam/hari
Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai tidur 18250 hari x 8 jam= 146000 jam=16 tahun, 7 bulan……di bulatkan jadi 17 tahun

Logikanya:
Alangkah sayangnya waktu 17 tahun habis di gunakan untuk tidur, padahal kita akan tertidur dari dunia untuk selamanya………………………………………………………

Catatan: Yang lebih bermasalah lagi bagi mereka yang tumor alias tukang molor bisa jadi 12 jam/hari =25 tahun habis tertidur!!! Hati-hati dengan penyakit “TUMOR”
Waktu aktivitas kita di siang hari ± 12 jam. Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai aktivitas:18250 hari x12 jam=219000 jam=25 tahun

Aktivitas disiang hari
: Ada yang bekerja, atau bercinta, ada yang belajar atau mengajar, ada yang sekolah atau kuliah, ada yang makan sambil jalan-jalan, ada pula yang gambling sambil maling…dan masih banyak lagi aktivitas lainnya yang tak pernah bisa disamaratakan satu dengan yang lain……..

Waktu aktivitas santai atau rilexsasi ± 4 jam
Dalam 50 tahun waktu yang dipakai rileksasi 18250 hari x 4 jam= 73000 jam = 8 tahun
Realisasi rileksasi: biasanya nonton tv sambil minum kopi, ada pula yang belajar mati-matian/bikin contekan habis-habisan buat ujian, atau mungkin dihabiskan termenung di buai khayalan……
17 tahun + 25 tahun + 8 tahun = 50 tahun Plus plos/Balance
Tidur……Ngelembur…Nganggur
Lalu kapan Ibadahnya??????

Padahal manusia diciptakan-Nya tiada lain dan tiada bukan untuk semua dan segalanya hanyalah beribadah kepada-Nya, karena satu hal yang pasti kita akan kembali ke alam hakiki illahi!!!!!!!!!!!!!!!!!

Maut datang menjemput tak pernah bersahut
Malaikat datang menuntut untuk merenggut
Manusia tak kuasa untuk berbicara
Tuhan Maha Kuasa atas syurga dan Neraka


Memang benar!!!!! kuliah itu ibadah, kalau niat kuliahnya untuk ibadah, lha wong kita mah kuliah mau nyari ijazah, bakal nanti bekerja agar mudah mencari nafkah……………………
Memang benar!!!!!!!!! Bekerja cari nafkah itu ibadah, tapi bekerja yang bagaimana? Orang kita bekerja sikut sanah sikut sinih, banting tulang banting orang, tujuan utamanya cari uang buat beli barang-barang biar dipandang orang-orang…..

“jarang orang menolak untuk di puji dan di puja tatkala mereka berjaya “


Pernah kita membaca bismillah saat hendak berangkat kuliah tapi sayang hanya sekedar pernah……………

Pernah kita berniat mulia saat hendak mencari nafkah, tapi semuanya terlupa ketika melihat gemerlapnya dunia…….

Lalu kapan ibadahnya??????????????

Oh mungkin saat sholat yang 5 waktu itu dianggap cukup………..!
Karena kita pikir; sholat begitu besar pahalanya, sholat amalan yang dihisab paling pertama, sholat jalan untuk membuka pintu syurga………
Kenapa kita harus cukup kalau ibadah kita hanyalah sholat kita!!!!!!
Berapa sholat kita dalam 50 tahun??????
1x sholat = ± 10 menit …..5x sholat ± 1 jam
Dalam waktu 50 tahun waktu yang terpakai sholat=18250 hari x I jam =18250 jam= 2 tahun

Kesimpulan: waktu yang kita manfaatkan dalam 50 tahun di dunia cuma 2 tahun untuk sholat…………2 tahun dari 50 tahun kesempatan kita….itupun belum tentu sholat kita bermakna berpahala dan di terima..
Dan sekiranya sholat kita selama 2 tahun berpahala rasa-rasanya tidak sebanding dengan perbuatan dosa-dosa kita selama 50 tahun; dalam ucap kata kita yang selalu dusta, baik yang terasa maupun yang di sengaja, dalam ucap kata kita yang selalu cerca terhadap orangtua, dalam harta kaya kita yang selalu kikir terhadap orang faqir, dalam setiap laku langkah kita yang selalu bergelimang dosa…………………………

Logika dari logikanya:

Bukan satu yang tidak mungkin kita umat di akhir jaman akan berhamburan di neraka untuk mendapatkan balasan kelalaian…………………… Terlalu banyak waktu yang terbuang percuma selama manusia hidup di dunia dan semuanya itu akan menjadi bencana…………………….

Solusi:
Tiada kata terlambat walaupun waktu bergulir cepat, isilah dengan sesuatu apa yang bermanfaat!!!!!!!
Ingat Akhirat!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

 
 

Bekal kesadaran bagi yang ingin mencintai ...

Lagi mau ngomongin masalah cinta nih ^^...kebetulan nguprek-nguprek "My Document" nemu artikel inih...jadi, selamat baca aja yak.


Bekal kesadaran bagi yang ingin mencintai ...mencintai Itu Keputusan
Karya : Anis Matta

Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar kemudian ia pun berkata,"Kamu kaget melihat
semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang kamu temui di sini". Itulah kalimat pertama Utsman bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.

Sebab cinta adalah kata lain dari memberi. sebab memberi adalah pekerjaan..
sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat. sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu
lama. sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh.

maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia mengatakan, "Aku mencintaimu". Kepada siapapun! Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian disitu.

Aku mencintaimu, adalah ungkapan lain dari Aku ingin memberimu sesuatu. Yang terakhir ini juga adalah ungkapan lain dari, "Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia...","aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin...", "aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses
pertumbuhandirimu melalui kebajikan harian yang akan kulakukan padamu ..."
"aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu...."

Dan proses pertumbuhan itu taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan kepada seseorang, "Aku mencintaimu", kamu harus membuktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi. Sekali deklarasi
cinta tidak terbukti, kepercayaan hilang lenyap. Tidak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya. Atau sahabat kehilangan kepercayaan kepada kawannya. Atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Semua dalam satu situasi: cinta yang tidak terbukti. Ini yang menjelaskan mengapa
cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak dipercaya rakyatnya.

Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu, konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional.

Tapi disitulah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengah situasi-situasi yang sulit. Di situ konsistensi teruji. Di situ juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawantahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam waktu yang longgar.

Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya mengatakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagianya. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain. Bahkan setelah sang pencinta mati.

Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta. Maka ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu

 
 

Breaking The Barriers

Kisah ini adalah kisah 4-menit/mil. Selama ribuan tahun, orang yakin bahwa tidaklah mungkin bagi manusia untuk berlari 1-mil (+/- 1.5km) dalam waktu kurang dari 4- menit. Pada jaman Mesir kuno, diceritakan bahwa mereka melepas singa untuk mengejar para budak untuk memecahkan rekor 4-menit/mil tersebut. Percobaan2 ini ternyata gagal. Rekor terbaik yang pernah dicapai adalah 4:06, dan tidaklah mungkin bisa memecahkan batasan tersebut. Para ilmuwan, dokter, dan ahli menyatakan bahwa tidaklah mungkin seorang manusia dapat berlari dalam waktu kurang dari 4-menit pada jarak 1 mil Mereka mengatakan bahwa bila ada yang mencoba maka “Jantungnya akan meloncat keluar dari tubuhnya”..

Keyakinan negatip tersebut berlanjut sampai seseorang bernama Roger Bannister memutuskan untuk tidak mempercayai para ahli dan orang lain. Roger Bannister hanya percaya kepada dirinya sendiri. Ia mulai melakukan program latihan secara sistematis dan di tahun 1954 ia berhasil lari menempuh 1 mil dalam waktu kurang dari 4-menit. Akhirnya, batasan tersebut dipatahkan, dan dalam waktu setahun ada 37 pelari lainnya yang juga berhasil mematahkan batasan tersebut.

Roger Bannister memilih untuk tidak percaya kepada yang lain, namun percaya kepada diri sendiri.Ia harus merubah keyakinannya sendiri terhadap kemungkinan menempuh 1-mil dalam 4-menit tersebut. Ia kemudian juga mempersiapkan mental dan fisiknya. Ia juga membayangkan dirinya mematahkan halangan yang 4-menit tersebut,karena belum ada yang pernah mematahkan sebelumnya. Aspek utama dari terobosan yang berhasil ia buat adalah dampaknya pada orang lain.

Nah, kebanyakan dari kita sering berfikir seperti para ilmuwan, dokter, dan para ahli yang ada pada cerita diatas. Kita seringkali berfikir "Sepertinya mustahil aku bisa melakukannya...", atau "Aku tidak bisa..." padahal kita belum pernah mencoba, walaupun mencoba, sudah sekeras apa usaha kita ? Manusia hanya bisa berusaha...kembalikan lah semuanya kepada Allah. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,sesungguhnya sesudah kesulitan itu da kemudahan, Maka apabila kamu telah selesai (dari esuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap"(QS.Alam Nasyrah:5-8)

Hasil yang kita dapat adalah dari sekeras apa usaha yang telah kita lakukan. Jangan pernah mengharapkan hasil yang sesuai dengan angan-angan kalau kita tidak pernah berusaha dengan maksimal...hasil hanyalah hasil, namun yang terpenting adalah proses, sebagai mana ulat yang berproses dengan sabar...sampai akhirnya menjadi kupu-kupu yang cantik...^_*

Kalau Roger Bannister bisa melakukannya, tentunya kita juga bisa! Jadi, ayo semangaaaattttt...!!!